Perempuan dan Politik
Di dalam
tatanan itu perempuan ditempatkan sebagai the second human being (manusia
kelas kedua) yang berada di bawah prioritas laki-laki yang membawa implikasi
luas dalam kehidupan social di masyarakat.
Perempuan selalu di anggap bukan
makhluk penting melainkan sekedar pelengkap yang diciptakan dan untuk
kepentingan laki-laki.
Sulit bagi perempuan untuk melangkah ke ranah kekuasaan selama gagasan
tentang kekuasaan selalu diidentikkan dengan maskulinitas.
Oleh karena itu agar
perempuan merasa nyaman dan langgeng dalam dunia kekuasaan mereka tidak
harus mengubah jati diri menjadi maskulin, yang harus berubah dan diubah adalah
kekuasan itu sendiri. Sudah saatnya kekuasaan kita yang selama ini penuh dengan
maskulin harus di rubah dengan yang feminim.
Untuk itu kaum perempuan masih
harus bekerja keras, mereka harus selalu disadarkan bahwa kekuasaan bukanlah
sesuatu yang begitu saja turun. Kekuasaan bukan serta merta diberikan melainkan
harus diperjuangkan bahkan sejarah mengajarkan tidak ada orang didunia ini yang
menyerahkan kekuasaannya begitu saja.
Karena itu jika perempuan menginginkan
kekuasaan harus mencari dan bersungguh-sungguh mengelolanya. Sebab laki-laki tidak mau menyerahkan kekuasaannya begitu saja baik kepada sesame laki-laki
terlebih lagi kepada perempuan.
Suatu konsep mengenai kekuasaan perempuan yang berbeda dengan
kekuasaan laki-laki yang selama ini menjadi acuan semua pihak. Kekuasaan
dalam konsep feminisme adalah kekuasaan yang penuh dilimpahi kasih sayang.
Kekuasaan semacam ini tidak berpusat pada diri sendiri melainkan lebih
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu kekuasaan perempuan juga
mencakup gagasan memberdayakan orang lain.
Perempuan dan politik sering digunakan slogan untuk kampanye agar
perempuan tertarik menyumbangkan suaranya pada partai politik. Akan tetapi itu
hanya sebagai sebatas slogan karena saat pemilu berakhir partai politik lupa akan
janjinya.
Kepentingan perempuan saat kampanye dijanjikan akan dijadikan
sebagai agenda politik tidak pernah di realisasikan. Kalaupun diajak namanya
ditempatkan pada urutan bawah atau yang dikenal dengan nomer sepatu.
Berbagai
alasan dikemukakan oleh para pemimpin partai perihal penurunan keterwakilan
perempuan di DPR. Pertama partai politik kesulitan dalam merekrut anggota
legislatif perempuan. Persoalan mengadang tidak hanya pada kuantitas tetapi juga
kualitas calon.
Alasan minimnya kader perempuan terkait dengan sistem
pengaderan partai yang memang tidak memberi tempat, perhatian serta peluang
pada perempuan. Kedua, partai politik mengaku sulit mengajak perempuan
terlibat dalam wacana politik, karena rendahnya kesadaran politik.
Selain kendala- kendala tersebut perempuan juga terhambat karena modal. Karena untuk bisa masuk ke lembaga-lembaga politik formal seseorang harus memiliki sumber daya
ekonomi (modal). Perempuan pada setiap tingkat sosial- politik merasa dirinya kurang terwakili
dalam parlemen dan jauh dari keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
Perempuan yang ingin masuk dalam dunia politik secara kenyataan bahwa publik
dan budaya sering bermusuhan. Perempuan dan politik sering mengalami pasang
surut yang berakhir pada penyempurnaan.
Partisipasi perempuan dalam
pembangunan terutama dalam pengambilan keputusan dan menduduki posisi
strategis sangat rendah, baik di bidang eksekutif, legislative yudikatif maupun
lembaga lainnya. Perempuan dan politik merupakan dua hal yang sulit dibayangkan terutama
pada Negara- Negara berkembang.
Hal ini disebabkan telah dibentuk oleh
budayanya masing- masing yang menekankan bahwa kedudukan atau peranan
wanita berkisar dalam lingkungan keluarga. Sedangkan politik yang digambarkan
sebagai sesuatu yang berkenaan dengan kekuasaan.
Akan tetapi kedudukan
perempuan yang demikian ternyata tidak dapat dipertahankan karena dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedikit demi sedikit bermula
dari dunia barat perempuan dapat menaikkan posisinya di berbagai bidang
termasuk politik.
Memang masih terdapat hambatan yang besar untuk menembus
pandangan bahwa politik adalah hanya milik laki-laki, tetapi kini masyarakat mulai menyadari bahwa baik di Timur maupun Barat perempuan dapat terjun dan
terlibat dalam politik asalkan diberi kesempatan.
Sekarang ini hampir semua negara telah memberikan hak politiknya pada
warga perempuannya. PBB telah berjasa besar bagi proses perkembangan
kedudukan perempuan. Usaha PBB dalam mempebaiki kedudukan perempuan
adalah membentuk badan The United Nations Committee on the Status of
Women.
Dalam sidangnya yang pertama pada tanggal 11 Desember 1948, PBB
memperingati pada anggotanya agar membentuk undang- undang yang menjamin
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Keterlibatan perempuan Indonesia
dalam politik sebenarnya bukan lagi merupakan hal yang baru, karena mereka
telah turut serta secara aktif dalam pergerakan kebangsaan.
Posting Komentar untuk "Perempuan dan Politik"