Langkah - Langkah dalam Melakukan Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi cenderung berhati-hati dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk menarik sebuah kesimpulan. Kehati-hatian tersebut berimbas pada banyaknya tenaga dan waktu yang dikeluarkan.
Tantangan penelitian etnografis terletak pada kesulitannya mempelajari pola-pola manusia dalam suatu komunitas di wilayah tertentu.
Sehingga dalam menentukan penelitian etnografi ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memahami suatu kebudayaan masyarakat di institusi sosial. Apa saja langkahnya? Mari kita simak langkah-langkah berikut:
1. Menentukan Masalah Penelitian dan Informan
Dalam langkah pertama ini, etnografer kemudian menentukan masalah penelitian yang akan ditelitinya. Permasalahan penelitian ini meliputi aktivitas masyarakat yang mendasari atau membentuk suatu kebudayaan di masyarakat.
Masalah penelitian ditemukan dalam fenomena sosial budaya masyarakat sehari-hari yang bisa kita tangkap melalui observasi ataupun berbincang sepintas maupun intensif dengan masyarakat.
Masalah penelitian mungkin bisa saja berasal dari peneliti itu sendiri, namun sebaiknya masalah penelitian merupakan suatu hal yang memang dirasakan oleh masyarakat dan bukan hanya dirasakan atau disangkakan oleh peneliti sendiri saja.
Ketika kita menentukan masalah penelitian tersebut tanpa kita sadari kita juga sedang menentukan informan. Kita mengetahui bahwa informan itu sesuai dengan masalah penelitian melalui beberapa kriteria. Tahap itu di antaranya:
a. Enkulturasi Penuh
Enkulturasi penuh merupakanproses alami informan mempelajari suatu budaya tertentu. Kita lihat bagaimana informan itu pertama kali muncul di suatu institusi dan belajar beradaptasi dengan suasana kebudayaannya.
Hal ini bisa mengarah pada pengalaman informan yang telah bertahan di sana untuk jangka waktu lama. Salah satu contohnya, kita mengobrol dengan calon informan tentang topik yang akan dijadikan masalah penelitian.
Calon informan itu bisa menjawab masalah penelitian kita yang akan diteliti karena dia telah tinggal lama di lokasi dan mengetahui banyak informasi tentang masalah penelitian kita. Hal ini berarti calon informan itu sudah melakukan enkulturasi di suatu institusi dengan jangka waktu cukup lama.
b. Keterlibatan Langsung
Etnografer harus bisa mencermati keterlibatan langsung yang dialami oleh calon informan. Hal ini penting untuk diperhatikan dalam memilih calon informan tentang bagaimana keterlibatan informan dalam suasana budayanya.
Keterlibatan itu menjadi sebuah acuan bagaimana informan itu menggunakan pengetahuannya dan membimbing tindakannya dalam membentuk kebudayaan. Kualitas data yang akan diperoleh tergantung bagaimana informan itu masih terlibat di suasana budayanya.
Semisal ketika kita sedang memilih calon informan itu di antaranya Rani yang masih menjadi penggiat seni Jaipongan dan Tina yang sudah tidak mengikuti kegiatan tersebut.
Kita kemudian bingung memilih lantaran Rani yang masih menjadi penggiat sedangkan Tina memiliki pengetahuan masa lampau saat mengikuti kegiatan tersebut. Dalam tahap ini, etnografer harus memilih informan yang masih berada dalam suasana kebudayaan yang tengah diteliti agar hasil data yang didapatkan akan berkualitas.
Rani dipilih karena ia masih memiliki pengetahuan dalam membentuk suasana budayanya dan keterikatan pada institusi sanggar tari yang cenderung berbeda dibanding dengan Tina. Tina akan menceritakan suasana budaya menurut versinya di mana ia masih mengikuti kegiatan tersebut.
c. Cukup Waktu
Etnografer harus memilih informan berdasarkan waktu yang akan digunakan. Dalam hal ini manajemen waktu bukan hanya tentang etnografer saja melainkan dengan calon informan itu. Hal ini berkaitan tentang kesediaan calon informan itu digali informasinya.
Selain itu, etnografer juga harus mempertimbangkan berapa kali dilakukan wawancara, observasi, dan sebagainya.
d. Nonanalitik
Etnografer harus menentukan informan dengan cara memilih informan yang tidak menggunakan analisisnya berdasar ilmu-ilmu yang dikuasinya. Etnografer sebaiknya memilih informan yang menggunakan perspektifnya sebagai orang dalam atas kebudayaan informan sendiri, bukan menilai pada budaya etnografer atau masyarakat lain.
Semisal Rani memiliki pengetahuan yang cukup di bidang ilmu sosial, tetapi ia mengesampingkan latar belakang ilmu sosialnya untuk menjawab pertanyaan dari etnografer tentang perspektif sendratari tersebut.
Rani tidak berusaha untuk menggunakan ilmunya untuk menyampaikan informasi tentang sendratari agar diterapkan oleh etnografer itu karena analisis data sepenuhnya adalah tugas etnografer.
2. Tentukan Desain Penelitian dan Lokasi Penelitian
Kerja lapangan adalah elemen paling khas dari setiap desain penelitian etnografi. Pendekatan ini membentuk desain semua karya etnografi. Etnografi klasik membutuhkan dari enam bulan sampai dua tahun atau lebih di lapangan.
Kerja lapangan bersifat eksplorasi. Ahli etnografi memulai dengan periode survei untuk mempelajari dasar-dasar: bahasa asli, ikatan kekerabatan, informasi sensus, data historis, dan struktur dasar serta fungsi budaya yang diteliti untuk beberapa bulan mendatang Durasi masa penelitian dilakukan memang tidak menjadi acuan yang pasti untuk menakar berkualitas tidaknya data yang diperoleh.
Tetapi pada masa lampau, para etnografer cenderung lama tinggal di lokasi penelitian mereka, sampai terjadi ikatan kekeluargaan dengan subyek penelitian. Banyak di antara para etnografer yang diangkat saudara atau keluarga oleh masyakarat setempat atau subyek di lokasi penelitian.
Semakin lama durasi waktu penelitian, data yang didapatkan akan semakin mendalam dan kompleks. Bahkan tanpa melakukan wawancara terstruktur data justru diperoleh melalui percakapan sehari-hari. Lokasi penelitian tentu saja tidak boleh secara sembarangan dipilih dan ditentukan sebagai subjek kajian.
Lokasi harus disesuaikan dengan permasalahan penelitian dan rumusan yang akan dicari dalam penelitian. Tidak mungkin kita meneliti tradisi carok di masyarakat Jawa karena carok hanya ada di Madura.
Lokasi penelitian oleh karenanya harus mewakili masalah penelitian yang diajukan. Jangan sampai kita memilih lokasi penelitian yang justru di sana tidak kita temukan masalah yang kita ajukan dalam penelitian.
3. Memperoleh Ijin, Koordinasi, dan Akses Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, etnografer membutuhkan izin penelitian atau persetujuan dari pihak-pihak terkait untuk dapat memperoleh akses penelitian masyarakat yang ingin diteliti.
Ijin dan kordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian etnografi penting dilakukan dalam rangka memperlancar jalannya penelitian etnografi dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan sejumlah pengalaman peneliti etnografer dalam penelitian etnografi, karena abai terhadap aspek ini, peneliti tersebut disangka sebagai orang asing dan disangka teroris. Masalah-masalah seperti yang dialami peneliti tersebut dapat teratasi jika sudah berkoordinasi dan mengurus ijin kepada pihak-pihak yang berwenang.
Setelah berkoodinasi dan memperoleh ijin dari pihak yang berwenang, sebagai etnografer kita dapat memperoleh data mengenai informan kunci. Kemudian informan yang sudah dipilih tadi bisa jadi sebagai gatekeeper atau juru kunci yang membuka akses penelitian tersebut.
Informan bertugas sebagai juru kunci yang berguna untuk mengarahkan etnografer kepada informan lain untuk mendapatkan data yang lebih spesifik. Data yang spesifik itu merupakan hubungan dan pola yang tersembunyi yang terpancar pada makna kebudayaan.
4. Melakukan Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Salah satu elemen penting dari etnografi adalah observasi partisipan atau peneliti ikut secara langsung dalam kegiatan penelitian sebagai cara untuk pengumpulan data hingga menemukan pola yang berulang terjadi (tingkatan data sudah jenuh).
Peneliti berusaha merasakan atau memosisikan diri pada pengalaman informan tersebut dalam kegiatan sehari-harinya atau yang disebut sebagai enkulturasi. Namun, ada batasan di mana peneliti terkadang bisa menjadi pengamat penuh saja seperti terkait dengan kesediaaan etnografer maupun informan.
Keterbatasan tersebut terkait dengan etika yakni bukan sebagai anggota komunitas serta melihat situasi dan kondisi lapangan seperti apa. Spradley ( 2007:41) menekankan hal terpenting adalah etnografer harus cermat dan melihat secara langsung apa yang dilakukan calon informan dan melakukan pencatatan yang bisa bersumber dari video maupun catatan lisan untuk mengantisipasi data hilang.
Pengamatan partisipan merupakan ciri dari sebagian besar penelitian etnografi dan sangat penting untuk kerja lapangan yang efektif. Pengamatan partisipan dilakukan dengan berpartisipasi atau terlibat secara langsung dalam kehidupan masyarakat yang diteliti.
Misalnya, kita sebagai etnografer sedang meneliti kehidupan petani ke sawah. Maka dalam metode ini kita ikut terlibat aktivitas petani di sawah. Aktivitas pencatatan lapangan yakni tentang bagaimana mencatat kegiatan penelitian dari hari awal penelitian hingga akhir penelitian secara kronologis.
Peneliti dapat pula menggunakan dokumen-dokumen tertulis dari penelitian untuk melengkapi sekaligus penguat hasil penelitian. Dokumen dibedakan menjadi 2 yakni pribadi dan resmi.
Dokumen pribadi mempunyai berbagai macam bentuk yakni buku harian, surat pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi terdiri dari dokumen yang diterbitkan institusi resmi seperti memo, surat instruksi, risalah rapat, majalah, berita, buletin dan sebagainya.
b. Wawancara
Pengumpulan data penelitian etnografi juga berdasarkan pada wawancara yang dinamakan wawancara etnografis. Wawancara etnografis berkaitan dengan penguasaan bahasa setempat yang menjadi faktor penting dalam keberhasilan pengumpulan data.
Mengenal bahasa mereka sama saja mengerti dengan sudut pandang mereka. Merekam wawancara melalui piranti perekam merupakan hal yang umum dilakukan sehari-hari oleh etnografer. Sehingga etnografer wajib memperhatikan peralatan dalam pengumpulan data sebelumnya.
Wawancara dilakukan untuk menggali data penelitian dan biasanya ini merupakan pengumpul data utama.
Wawancara dilakukan bukan seperti layaknya interograsi, namun lebih pada konteks mendengarkan dan memahami informan dan belajar bersama mereka tentang suatu hal yang dijadikan rumusan masalah penelitian.
Percakapan atau obrolan sederhana setiap hari dengan informan secara santai mencerminkan wawancara etnografis dalam membuat suasana dengan informan tanpa tekanan.
5. Menyusun Catatan Etnografis
Keunggulan dari etnografi dibanding dengan metode kulitatif lainnya adalah pada catatan etnografinya. Catatan etnografi dibuat bercerita mengalir seperti halnya kalian membaca novel. Etnografi yang disusun Roanne van Voorst misalnya, narasinya sangat mengalir dan enak dinikmati.
Membaca karya van Voorst rasanya seperti kita bukan membaca tulisan ilmiah melainkan tulisan sastra. Cerita mengalir dan detail yang diceritakan Van Voorst ini patut kita contoh.
Elemen penting yang harus ada dalam penyusunan catatan etnografis adalah memastikan perekaman baik secara visual (video dan foto), penyusunan transkrip wawancara, pencatatan lapangan (field note), dan pengumpulan dokumen informal seperti buku harian.
Sumber-sumber data tersebut penting untuk penyusunan catatan etnografis yang lengkap dan memadai. Ketika menyusun catatan etnografis, kita juga perlu memperhatikan istilah lokal atau bahasa yang kerap dipakai informan dalam kegiatannya sehari-hari.
6. Melakukan Analisis Data
Setelah memperoleh data, tahapan selanjutnya dari etnografi adalah menganalisis data yang diperoleh. Analisis yang mendasar dalam etnografi adalah yang disebut sebagai analisis deskriptif. Kalian dapat menggunakan keranga kerja analisis ini dalam menganalisis etnografi yang kalian buat.
Analisis data ini menggunakan metode 5 W + 1 H yakni what, who, when, where, why, dan how, yang dilihat dari permasalahan yang diangkat dalam etnografi. Analisis 5 W + 1 H merupakan metode analisis deskriptif dasar yang sering digunakan dalam berbagai rumusan masalah.
Kalian dapat membaca data dan kemudian mengidentifikasi dengan rumus 5 W + 1 H yakni: Apa inti permasalahan yang ada dalam etnografi tersebut? Siapa saja aktor yang terlibat di dalam masalah tersebut? Kapan masalah ini terjadi?
Di mana masalah ini terjadi? Mengapa masalah ini terjadi? Bagaimana masyarakat menyikapi masalah tersebut dan penyelesaian masalahnya?
7. Menulis Laporan Etnografi
Tahapan akhir dalam proses beretnografi adalah menyusun laporan etnografi. Spradley (2007) berpendapat, menulis etnografi bukan hanya menuangkan semua catatan lapangan langsung ke dalam kertas kosong.
Kecirikhasan penulisan etnografi adalah bersifat deskriptif-analitis dan penafsiran yang berbentuk narasi atau cerita. Menurut Spradley (2007: 306), penulisan laporan etnografi menggunakan metode alur penelitian maju bertahap.
Penulisan laporan juga harus melihat waktu dan tenaga yang dikeluarkan sehingga diperlukan kehadiran khalayak.
Dalam menulis laporan etnografi, penting untuk mempertimbangkan khalayak sebagai orang atau kelompok sasaran yang akan membaca sebab mereka akan menilai dan memberi saran tentang hasil penelitian etnografi. Agar penulisan laporan etnografi dapat diterima dan dipahami oleh khalayak pembaca terdapat langkah-langkah yang harus diperhatikan:
- menenetukan khalayak/pembaca;
- memilih dan menentukan tesis terhadap pembaca;
- membuat daftar topik dan garis besar;
- menulis naskah kasar untuk masing-masing bagian;
- merevisi garis besar dan menciptakan sebuah anak judul;
- mengedit naskah kasar;
- membuat pengantar dan kesimpulan;
- menambahkan tulisan dengan ilustrasi berupa contoh-contoh; dan
- menulis naskah akhir.
Hal terpenting lainnya adalah menulislah sebagai sebuah hobi. Etnografer dihadapkan bukan hanya saat semua data terkumpul lalu langsung menulis.
Etnografer justru memulai menulis ketika masih berada di lapangan atau saat kerja lapangan. Ketika proses penulisan tidak dimulai sejak di lapangan, maka akan ada perbedaan dalam mengamati suasana buday.
Posting Komentar untuk "Langkah - Langkah dalam Melakukan Penelitian Etnografi "