Tata Hukum Masa Besluiten Regerings (1814–1855)
Menurut Pasal 36 Nederlands Grondwet tahun 1814 (UUD Negeri Belanda
1814) menyatakan bahwa Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai
kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara
di bagian-bagian lain.
Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam
membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan
sebutan Algemene Verordening (Peraturan Pusat).
Karena peraturan pusat
itu dibuat oleh raja, maka dinamakan Koninklijk Besluit (besluit raja)
yang pengundangannya dibuat oleh raja melalui Publicatie, yakni surat
selebaran yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal.
Dilihat dari isi Koninklijk Besluit itu mempunyai dua sifat tergantung
dari kebutuhannya, yaitu:
- Besluit sebagai tindakan eksekutif raja, misalnya ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal;
- Besluit sebagai tindakan legislatif, yaitu mengatur misalnya berbentuk Algemene Verordening atau Algemene Maatregel Van Bestur (AMVB) di negeri Belanda.
Dalam rangka melaksanakan pemerintahan di Nederlands Indie
(Hindia Belanda), raja mengangkat Komisaris Jenderal yang terdiri
atas Elout, Buyskes, dan Vander Capellen.
Para Komisaris Jenderal itu
tidak membuat peraturan baru untuk mengatur pemerintahannya,
dan tetap memberlakukan undang-undang dan peraturan-peraturan
yang berlaku pada masa Inggris berkuasa di Indonesia, yakni mengenai
landrente dan usaha pertanian dan susunan pengadilan buatan Raffles.
Dalam bidang hukum peraturan yang berlaku bagi orang Belanda tidak
mengalami perubahan, karena menunggu terwujudnya kodifikasi hukum
yang direncanakan oleh pemerintah Belanda. Lembaga peradilan yang
diperlakukan bagi orang pribumi tetap dipergunakan peradilan Inggris.
Untuk memenuhi kekosongan kas negara Belanda sebagai akibat dari
pendudukan Prancis tahun 1810–1814, Gubernur Jenderal Du Bus de Gesignes memperlakukan politik agraria dengan cara mempekerjakan
para terpidana pribumi yang dikenal dengan dwangarbeid (kerja paksa)
berdasarkan pada Staatsblad 1828 nomor 16, yang dibagi atas dua
golongan, yaitu:
- yang dipidana kerja rantai;
- yang dipidana kerja paksa.
Dipidana kerja rantai, ditempatkan dalam suatu tuchtplaats dan akan
dipekerjakan pada openbare werker di Batavia dan Surabaya.
Adapun
yang dipidana kerja paksa, baik yang diupah maupun tidak, ditempatkan
dalam suatu werkplaats dan akan dipekerjakan pada landbouweta
blissementen yang dibuat oleh Pemerintah.
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan
hukum perdata.
Pengundangan hukum yang sudah berhasil dikodifikasi
itu baru dapat terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838. Hal ini disebabkan
terjadinya pemberontakan di bagian selatan Belanda pada bulan Agustus
1830.
Selanjutnya, timbul pemikiran tentang pengkodifikasian hukum
perdata bagi orang Belanda yang berada di Hindia Belanda.
Untuk
maksud itu pada tanggal 15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda
mengangkat Komisi undang-undang bagi Hindia Belanda yang terdiri
atas Mr. Scholten van Oud Haarlem sebagai ketua, Mr. J. Schmither,
dan Mr. J.F.H. van Nes sebagai anggota.
Komisi ini dalam tugasnya
dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.L.
Wicher disempurnakan, yaitu:
- Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP).
- Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) atau Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan.
- Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS)/Perdata (KUH Perdata).
- Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
- Reglement op de Burgerlijke Rechts vordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata (AP).
Berdasarkan kenyataan sejarah di atas dapat dijelaskan bahwa tata
hukum pada masa Besluiten Regerings (BR) terdiri atas peraturan tertulis
yang dikodifikasikan, dan yang tidak dikodifikasi, serta peraturan tidak
tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi orang bukan golongan
Eropa.
Posting Komentar untuk "Tata Hukum Masa Besluiten Regerings (1814–1855)"