Secara sederhana perekonomian selalu identik dengan adanya sistem yang
disebut dengan sistem ekonomi yang dapat diartikan sebagai cara suatu warga
negara atau masyarakat mengatur kehidupan ekonominya untuk meraih
kemakmuran.
Dalam catatan sejarah Indonesia mengalami beberapa
pergantian sistem ekonomi, perubahan itu selalu disesuaikan dengan
kebutuhan negara seperti orientasi pembangunan serta iklim politik. Tentunya
sistem ekonomi yang berbeda akan menghasilkan kondisi yang berbeda juga.
Ada beberapa catatan sejarah perekonomian Indonesia dari jaman ke jaman
sejak Indonesia merdeka hingga kini.
A. Ekonomi Nasional (1945-1959)
Pasca proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia keadaan perekonomian
Indonesia sangat kacau hal ini disebabkan karena Indonesia pada saat itu
belum memiliki pemerintahan yang kuat, dimana belum ada pejabat setingkat
menteri yang bertugas yang menangani perekonomian Indonesia.
Sebagai
negara yang baru diproklamirkan sebagai negara yang merdeka Indonesia juga
belum memiliki pola dan cara untuk mengatur perekonomian dan sistem
keuangan yang baik, di lain sisi kondisi keamanan dalam negeri belum stabil
akibat dari seringnya reshuffle kabinet dan Belanda masih tetap belum
mengakui kemerdekaan bahkan terus menerus melakukan pergolakan politik
yang berakibat menghambat langkah kebijakan pemerintah terutama dalam
pengelolaan perekonomian.
Ada beberapa faktor yang menjadi hal penting sebagai catatan sejarah
hancurnya perekonomian Indonesia pasca proklamasi 1945-1950 di antaranya:
1. Tingkat inflasi yang sangat tinggi
Inflasi ini terjadi akibat beredarnya beberapa mata uang di antaranya
mata uang Jepang yang beredar pada bulan Agustus 1945 yang
jumlahnya tidak terkendali. Peredaran uang tersebut terutama di
pulau Jawa mencapai 4 (empat) milyar.
Kemudian mata uang
cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan sekutu dari bank-bank yang
berhasil dikuasainya, uang cadangan ini digunakan untuk biaya operasional termasuk gaji pegawai yang nilainya mencapai 2,3
milyar, di sisi lain Republik Indonesia tidak memiliki mata uang
sehingga pemerintah Republik Indonesia tidak bisa menyatakan mata
uang yang beredar tidak berlaku.
Selain banyaknya mata uang yang
beredar dan tidak terkendalinya peredarannya inflasi juga dipicu
karena tingkat peredaran barang yang semakin menipis bahkan
langka di beberapa daerah. Kelangkaan ini dikarenakan adanya
blokade ekonomi yang dilakukan Belanda.
Menipisnya persediaan
barang ini mengakibatkan menurunnya daya serap masyarakat sedang
peredaran uang di masyarakat tidak terkendali.
2. Kas negara kosong
Kekosongan kas negara ini karena pemasukan keuangan negara tidak
ada karena bea dan pajak tidak ada sedangkan pengeluaran negara
semakin tinggi, penghasilan negara hanya bergantung pada hasil
produk pertanian.
Selain itu blokade ekonomi Belanda semakin
memperburuk keuangan negara, Belanda menutup (memblokir) pintu
keluar dan masuk perdagangan Pemerintah Republik Indonesia
terutama jalur pelabuhan yang dianggap sebagai akses keluar masuk
barang ekspor dan impor, dengan adanya blokir ini maka kegiatan
ekspor dan impor Republik Indonesia terganggu bahkan barang
dagangan milik pemerintah RI tidak bisa di ekspor dan inilah pemicu
semakin kacaunya keuangan negara Indonesia.
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kekacauan
perekonomian Indonesia pasca proklamasi 1945-1950.
Berbagai upaya
dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi keadaan ekonomi dengan
menjalankan berbagai usaha untuk membuka blokade ekonomi yang
dilakukan Belanda di antaranya dengan mengadakan hubungan dagang
langsung dengan luar negeri baik dilakukan oleh pemerintah maupun pihak
swasta salah satu kerja sama langsung dengan perusahaan swasta Amerika
(Isbrantsen Inc) yang bertujuan untuk membuka jalur diplomasi ke berbagai
negara.
Upaya ini dipelopori oleh BTC (Bank and Trading Corporation) suatu
badan perseroan semi pemerintah yang dipimpin oleh Soemitro
Djojohadikusumo dan Ong eng Die.
Pada tahun 1947 Pemerintah Republik
Indonesia berhasil membentuk perwakilan resmi di Singapura dengan nama Indonesia Office (Indoff) badan ini merupakan badan yang akan
memperjuangkan kepentingan politik luar negeri dan sebagai peran rahasia
menjadi salah satu usaha untuk membuka blokade Belanda dengan
mengadakan perdagangan luar negeri dengan cara barter dan cara-cara ini
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
B. Kebijakan Pemerintah Ekonomi Nasional (1945-1959)
Dalam mengatasi kekacauan perekonomian Nasional berbagai upaya
dilakukan pemerintah Republik Indonesia di antaranya:
1. Pinjaman Nasional
Menteri keuangan pada saat itu Surachman dengan persetujuan BP
KNIP menjalankan program pinjaman Nasional untuk mendukung
kegiatan tersebut maka dibentuk Bank Tabungan Pos dan rumah
pegadaian yang mendapat respon dari dengan besar pinjaman sebesar
Rp 1.000.000.000.00.-untuk bulan juli 1946 sedangkan untuk tahun
pertama berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp
500.000.000.000.00.- dan upaya ini adalah bukti kepercayaan dan
dukungan masyarakat kepada Pemerintah Republik Indonesia.
2. Planning Board (Badan Perancang Ekonomi)
Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi yang awalnya untuk jangka waktu 2 sampai 3
tahun yang akhirnya dijadikan Rencana Pembangunan Nasional
sepuluh tahun.
Badan ini bertugas untuk menasionalisasikan berbagai
cabang-cabang produksi yang telah ada dan mengubah ke dalam
badan hukum, hal ini diperuntukkan untuk menambah kepercayaan
masyarakat luar negeri.
3. Konferensi ekonomi
Konferensi yang dilaksanakan dan dihadiri oleh gubernur dan pejabat
yang bertanggung jawab terhadap ekonomi yang dipimpin Menteri
Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo konferensi ini bertujuan
untuk mencapai kesepakatan dalam menanggulangi kesulitankesulitan ekonomi terutama pada masalah produksi dan distribusi
makanan, sandang, dan administrasi perkebunan.
4. Oeang Republik Indonesia (ORI)
Dengan dikeluarkannya ORI maka Pemerintah Indonesia melarang
menggunakan uang NICA dan uang lainnya yang dibarengi keluarnya
UU No 17 tahun 1946 tentang penyetaraan mata uang.
Semua upaya yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia walaupun Belanda pada masa itu masih belum meninggalkan
Indonesia (Mochammad Ridwan, 2010).
C. Masa demokrasi terpimpin (1959-1965)
Pemerintahan Soekarno menjalankan sistem ekonomi terpimpin yang
merupakan turunan dari sistem politik yaitu sistem politik terpimpin Indonesia
pada masa 1959-1965 menjalani ekonomi dan keuangan yang sangat sulit
padahal pada masa sebelumnya yaitu pada masa demokrasi liberal pemerintah
telah melaksanakan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan
yang terjadi dalam perekonomian.
Sistem ini adalah sistem yang mendalilkan
bahwa negara harus punya peran penting untuk memimpin ekonomi nasional
dengan dibentuknya jalur-jalur pengaturan dalam rangka komando terhadap
sektor-sektor ekonomi utama yang semuanya berdasarkan pada satu rencana
nasional yang bersifat komprehensif.
Dengan kata lain ekonomi terpimpin
pemerintah memiliki kontrol penuh terhadap jalannya perekonomian negara
“rakyat tidak lagi berekonomi, melainkan mengerjakan ekonomi menurut
perintah dan disiplin“ kata (Mohammad Hatta, 1960).
Krisis yang terjadi pada saat itu memaksa pemerintah melakukan kebijakan
pengetatan moneter untuk mengatasi agar negara tidak semakin terbenam
dalam krisis. Sanering atau pemotongan nilai mata uang mulai diterapkan
sejak 25 Agustus 1959.
Uang pecahan 500 dan 1000 rupiah diturunkan
nilainya sebesar menjadi 50 dan 100 rupiah sehingga nilainya dipangkas
hingga mencapai 90 persen.
Pemerintah menyebut Sanering sebagai upaya
penyehatan uang yang ditempuh untuk mencegah inflasi semakin tinggi,
mengendalikan harga, meningkatkan nilai mata uang hingga memungut
keuntungan yang tersembunyi dari perdagangan intinya sanering dilakukan
juga untuk mengurangi jumlah persediaan dan peredaran uang dari 34 miliar
rupiah menjadi 21 milyar rupiah (Haryono, 2008).
Kebijakan ini sebenarnya dianggap sangat ekstrem sebab sanering banyak
menyebabkan masyarakat stress bahkan meninggal akibatnya sanering juga menyebabkan daya beli masyarakat menurun drastis karena pemotongan nilai
mata uang yang tidak diikuti dengan penurunan harga-harga barang
kebutuhan.
Keadaan semakin kacau ketika para spekulan dan profitur
memborong aset-aset milik masyarakat awam sehari sebelum sanering
diberlakukan dan setelah sanering diberlakukan uang yang sudah diterima
ternyata nilainya sudah dipotong.
Begitulah sistem ekonomi terpimpin dimana
pemerintah memegang penuh kendali perekonomian bahkan beberapa
kebijakan moneter yang dianggap penting ternyata tidak melibatkan pihak
Bank Indonesia yang mengakibatkan Gubernur BI pada saat itu Loekman
Hakim mengajukan pengunduran diri kepada Presiden Soekarno (Haryono,
2008).
Upaya kebijakan moneter berupa sanering dianggap tidak berhasil malah
semakin mengacaukan perekonomian ditandai dengan perekonomian yang
masih goyang, laju inflasi yang sangat tinggi dan harga barang-barang yang
terus melambung dan pada saat dekade 1960-an kondisi moneter semakin
parah karena Soekarno sebagai presiden semakin gencar melakukan gebrakan
politik yang tidak menentu dengan kampanye ganyang Malaysia dan
pembebasan Irian Barat sehingga keuangan negara kian terguncang karena
keuangan negara tersedot untuk membiayai misi-misi politik tersebut.
Indonesia berada di puncak nadir dimana situasi ekonomi dan politik yang
sangat buruk, bahkan pada tahun 1961 kondisi moneter nasional parah total
hingga terjadi hiperinflasi yang ditandai dengan laju inflasi yang sangat tinggi
hingga mencapai 100 persen bahkan lebih, yang pada akhirnya pemerintah
menerapkan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang
tanpa mengurangi nilai tukar.
Ada perbedaan antara sanering dengan
redenominasi dimana redenominasi tidak mengurangi nilai uang sehingga
tidak memengaruhi harga barang, redenominasi bertujuan untuk
menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dalam bertransaksi.
Tapi
walau tidak memengaruhi nilai mata uang harga barang menjadi simpang siur
karena masyarakat bingung karena kurangnya sosialisasi mengenai
redenominasi dan munculnya dua jenis uang baru dan uang lama memicu
timbulnya permasalahan baru.
Situasi semakin pelik ketika G 30 S PKI
berkecamuk pada tahun 1965 masyarakat cemas atas gejolak politik dan situasi
ekonomi yang kian memburuk sehingga menambah krisis kepercayaan
terhadap pemerintah dan menjadikan gelombang demonstrasi terjadi sejak
awal 1966.
Dalam kurun waktu 7 tahun rezim orde lama dua kali gagal mengatasi krisis.
Kuatnya sentimen dan pertarungan kepentingan politik semakin melunturkan
pengaruh Soekarno hingga akhirnya sang presiden pun turun dari kursi
kepresidenan (Iswara N Raditya, 2018).
D. Orde Baru (1966-1998)
Berakhirnya kepemimpinan Soekarno meninggalkan kondisi ekonomi yang
mencapai keadaan yang sangat buruk, kondisi perekonomian Indonesia
menderita akibat kekacauan ekonomi yang dipicu akibat Soekarno pada saat
itu menyibukkan diri untuk berjuang di arena politik sehingga masalahmasalah ekonomi tidak menjadi prioritas utama.
Berbagai kebijakan-kebijakan
ekonomi tidak memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia.
Deficit spending dengan mencetak uang, yang menyebabkan terjadinya
hiperinflasi yang tidak terkendali (Soebagiyo, 2012).
Pembangunan ekonomi yang dilakukan di awal pemerintahan Orde Baru
Soeharto bisa dibagi dalam tiga periode dimana setiap periode di barengi
dengan kebijakan-kebijakan khusus yang ditujukan untuk konteks ekonomi
spesifik.
- Pemulihan ekonomi (1966-1973)
- Pertumbuhan ekonomi dan intervensi Pemerintah (1974-1982)
- Ekspor dan Deregulasi (1983-1996)
Yang menjadi dasar misi pemerintahan Orde baru adalah pembangunan
ekonomi, yang menjadi langkah awal adalah reintegrasi Indonesia ke dalam
ekonomi dunia dengan cara menggabungkan negara Indonesia ke International
Monetary Fund (IMF), PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) dan Bank Dunia pada
pertengahan tahun 1960.
Dengan bergabungnya Indonesia dengan berbagai
organisasi dunia maka aliran dana dari negara-negara barat dan Jepang sudah
mulai masuk.
Setelah upaya tersebut pemerintah menekan hiperinflasi dengan
mengandalkan sekelompok pakar ekonomi untuk menyusun rencana
pemulihan ekonomi sehingga stabilitas harga dibuat melalui sebuah kebijakan
yang memberikan larangan pendanaan dalam negeri dalam bentuk utang
dalam negeri maupun mencetak uang.
Kemudian sebuah mekanisme pasar
bebas diperbaiki melalui tindakan-tindakan membebaskan kontrol pasar dan
diikuti dengan implementasi Undang-Undang tahun 1967 dan UndangUndang penanaman Modal dalam negeri (1968).
Undang-undang yang
mengandung insentif-insentif yang sangat menarik untuk merangsang investor untuk dapat ber investasi di Indonesia yang pada akhirnya investor akan
berinvestasi di Indonesia yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang
melebihi dari 10 persen pada tahun 1968 (Indonesia Investment, 2018).
Tetap menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan diatas angka 5 persen
adalah kebijakan orde baru. Pemerintah Indonesia juga pada tahun 1970
mampu mendapatkan keuntungan yang signifikan dari perdagangan minyak
oil boom .
Oil boom di tahun 1973 ketika OPEC (Organization of PetroleumExporting Countries) dimana Indonesia termasuk salah satu anggotanya
memotong ekspornya dan menyebabkan naiknya harga minyak.
Kemudian di
tahun 1978 ketika revolusi Iran yang mengganggu pasaran minyak dunia
sehingga terjadi kenaikan harga.
Dari gejolak pasar yang terjadi Indonesia
diuntungkan karena pendapatan ekspor dan pendapatan pemerintah meningkat
tajam sehingga sektor publik mampu berperan besar dalam perekonomian
dengan cara berinvestasi dalam pembangunan daerah, sosial, infrastruktur dan
mampu mendirikan perusahaan manufaktur dalam skala besar termasuk
industri-industri substitusi impor.
Berbagai bahan mentah bisa diimpor karena
pendapatn devisa yang semakin membaik. Namun tahun 1974 terjadi
kerusuhan hebat ketika kunjungan Perdana Menteri Jepang yang terkenal
sebagai peristiwa malari gelombang protes ini akibat banyaknya investor dari
luar seolah perekonomian dikuasai para investor asing sedangkan warga
pribumi tidak ikut menikmati buah dari perekonomian Indonesia.
Tetapi
peristiwa besar ini melahirkan kebijakan dan aturan baru terkait investasi yang
memberikan perlakuan khusus kepada negara pribumi. (Devita Retno, 2020).
Akibat merosotnya harga minyak dunia pada awal tahun 1980 dan reposisi
mata uang di tahun 1985 dan menambah utang luar negeri Indonesia.
Pemerintah harus menjalankan usaha-usaha baru untuk dapat memulihkan
stabilitas makroekonomi.
Tahun 1983 nilai rupiah didevaluasi untuk
mengurangi defisit transaksi berjalan dan bertumbuh. Bahkan UU pajak
diterapkan untuk menambah pendapatan dari sektor non pajak dan non
minyak.
Bahkan perekonomian diarahkan ulang dari perekonomian dengan
tingkat ketergantungan kepada minyak menjadi perekonomian yang memiliki
sektor swasta yang tangguh dengan orientasi pasar ekspor sehingga pemerintah
membuat deregulasi baru dalam memperbaiki iklim investasi bagi para
investor asing.
Sektor lain yang juga terpengaruh akibat tindakan-tindakan
deregulasi adalah sektor keuangan Indonesia dimana Bank-bank asing diberi
izin kebebasan untuk dapat membuka cabang di seluruh Indonesia. Reformasi
finansial ini menjadi masalah yang memperkuat krisis diakhir tahun 1990.
Pada tahun 1997, Indonesia dilanda krisis keuangan dan terus berlanjut hingga
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika melemah dari Rp 2.500.- pada
tahun 1997 naik menjadi Rp 15.000.- pada bulan Juni 1998.
Pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap Dollar Amerika memicu terjadinya krisis ekonomi.
Perusahaan dalam negeri yang melakukan pinjaman ke luar negeri mengalami
kesulitan untuk membayar pinjaman akibat nilai tukar rupiah terhadap dollar
yang terpaut jauh.
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat
yang disebabkan karena banyak perusahaan melakukan penghematan bahkan
menghentikan kegiatan usaha (bangkrut), angka kemiskinan terus bertambah,
harga-harga kebutuhan pokok naik sampai tidak terkendali dan akhirnya biaya
hidup semakin tinggi.
Selain itu berbagai penyimpangan pada masa orde baru
juga menjadi faktor penyebab runtuhnya orde baru dan berakhirnya
pemerintahan orde baru (Nurul Qomariyah Pramisti, 2020).
E. Ekonomi di Era Reformasi (1998-2017)
Karena adanya gelombang massa yang menuntut turunnya pemerintahan orde
baru pada tahun 1998 maka jatuhnya rezim orde baru ditandai dengan
pengunduran diri Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Maka terbentuklah
rezim transisi Bacharuddin Jusuf Habibie diangkat sebagai sebagai presiden
yang pada awal pemerintahannya dilakukan reformasi ekonomi yang
didominasi dengan berbagai program dari International Monetary Fund (IMF)
program IMF salah satunya yang memberikan dampak positif terhadap
perekonomian Indonesia adalah dengan diterbitkannya UU No 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia dan UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan terbitnya kedua UU
tersebut sistem tata kelola perekonomian makro Indonesia semakin baik.
Terbitnya UU No 5 Tahun 1999 dianggap ampuh mengembalikan nilai tukar
rupiah yang semula mencapai Rp 16.800.- per USD menjadi Rp 8.000.-per
USD dalam masa satu tahun.
Presiden Habibie bahkan melikuidasi beberapa
bank yang dianggap tidak sehat lewat pinjaman dari IMF.
Pada Oktober tahun
1999 kondisi ekonomi mulai membaik saat Abdurrahman Wahid terpilih
sebagai presiden walau belum sepenuhnya membaik.
Ada dua permasalahan
utama yang dihadapi Gus Dur pada saat itu yaitu mengimplementasikan
program reformasi walaupun sudah membentuk Dewan Ekonomi Nasional
(DEN). Adanya penundaan revisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) 2001 dan adanya Amandemen UU No 23 tahun 1999 tentang bank
Indonesia serta penerapan otonomi daerah (Abdul Hakim, 2012).
Masalah ini kemudian diwariskan kepada Megawati Soekarno Putri sebagai
penerus kepemimpinan Gus Dur. Dimasa ini kurs dollar terjaga dan keadaan
ekonomi mulai stabil.
Pemerintah menunda pembayaran utang senilai USD
5,8 miliar, kemudian melakukan pembayaran utang luar negeri senilai Rp.
116,3 triliun serta melakukan privatisasi BUMN.
Tapi iklim investasi
memburuk karena keterlambatan pemerintah dalam usaha privatisasi BUMN.
Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) usaha dalam
perbaikan ekonomi terus di genjot.
SBY mengeluarkan kebijakan pengurangan
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam memperkuat fiskal, SBY
mengucurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan melunasi utang ke
IMF sebesar USD, 3,1 Miliar.
Dalam masa pemerintahan SBY iklim investasi
di sektor infrastruktur masih dianggap lambat akibat kegagalan mengeluarkan
regulasi yang tepat. Pemerintahan SBY juga dalam masa pemerintahan selama
2 periode mencatat tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata lima persen per
tahun.
Pada 2011 ekonomi mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6,49
persen, dan di tahun 2012 pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, namun
perlambatan kembali terjadi dan setelah itu capaian pertumbuhan ekonomi
hanya bertahan 5,56 persen pada tahun 2013 malah di 2014 hanya 5,01 persen.
Presiden Joko Widodo menjalankan perombakan struktur APBN dengan lebih
mendorong iklim investasi, pembangunan infrastruktur dan melaksanakan
efisiensi agar ke depan Indonesia lebih berdaya saing.
Tetapi pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama periode pertama pemerintahan Jokowi masih terus
di bawah pertumbuhan ekonomi dimasa era SBY.
Tahun 2015, perekonomian
Indonesia kembali menurun dengan melemahnya Rupiah terhadap dollar AS
dan pertumbuhan ekonomi tumbuh di 4,88 persen, defisit semakin melebar
karena impor yang terus naik sedangkan ekspor terlihat menurun.
Pada masa
pemerintahan Jokowi arah perekonomian Indonesia tidak terlihat dengan jelas.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tidak diawasi
dalam pelaksanaanya, dengan kondisi seperti itu RPJMN tidak diketahui
sejauh mana yang sudah terealisasi.
Pada 2016 ekonomi Indonesia mulai
menaik dengan tingkat pertumbuhan 5,03 persen dilanjutkan pada tahun 2017
meningkat sebesar 5,17 persen (Alupi, 2018).
Ekonomi dan politik adalah dua sektor yang terpenting dalam perjalanan
sebuah negara, kedua sektor ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya
karena hubungan keduanya sangat erat.
Bila dalam perjalanan sejarah suatu
negara dua sektor ini berjalan secara mandiri niscaya akan terjadi masalah
besar dalam suatu negara tersebut.
Dalam perjalanan suatu negara juga pastinya mengalami perkembangan dari segi penerapan sistem ekonomi,
adanya perkembangan sistem ekonomi yang berkembang secara modern
membuat perekonomian berkembang pesat, lahirnya suatu Negara tidak
terlepas dari cerita dan sejarah pergolakan politik yang sedikit banyaknya
memengaruhi perekonomian Negara.
Posting Komentar untuk "Perekonomian Indonesia dari Masa Ke Masa"