Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain
1. Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubungannya dengan sejarah dan ilsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut.
Perbedaan pandangan antara ahli sejarah dan sarjana ilmu politik ialah bahwa ahli sejarah selalu meneropong masa yang lampau dan inilah yang menjadi tujuannya, sedangkan sarjana ilmu politik biasanya lebih melihat ke depan (future oriented):
Bahan mentah yang disajikan oleh ahli sejarah, teristimewa sejarah kontemporer, oleh sarjana llmu politik hanya dipakai untuk menemukan pola-pola ulangan (recurrent patterns) yang dapat membantu untuk menentukan suatu proyeksi masa depan.
Sarjana ilmu politik tidak puas hanya dengan mencatat sejarah, tetapi ia akan selalu mencoba menemukan dalam sejarah pola-pola tingkah laku politik (patterns of political behavior) yang memungkinkannya untuk, dalam_batas-batas tertentu, menyusun suatu pola perkembangan untuk masa depan dan memberi gambaran bagaimana sesuatu keadaan dapat diharapkan akan berkembang dalam keadaan tertentu.
Untuk kita di Indonesia mempelajari sejarah dunia dan sejarah Indonesia khususnya merupakan suatu keharusan. Sejarah kita pelajari untuk ditarik pelajarannya, agar dalam menyusun masa depan kita tidak terbentur pada kesalahan-kesalahan yang sama.
Misalnya, perlu sekali kita mempelajari revolusi-revolusi yang telah mengguncangkan dunia, yaitu revolusi Prancis, Amerika, Rusia, dan China, supaya gejala revolusi yang telah kita alami sendiri dapat lebih kita mengerti dan tarik manfaatnya.
Begitu pula, misalnya, perlu sekali kita mempelajari faktor-faktor yang telah mendorong Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menyelenggarakan Pemberontakan Madiun pada tahun 1948 dan Gerakan 30 September pada tahun 1965, supaya peristiwaperistiwa semacam itu dapat dihindarkan di masa depan.
Usaha kita untuk meneliti sejarah kontemporer kita secara ilmiah masih sangat terbatas. Sarjana ilmu politik asing banyak menulis mengenai sejarah kontemporer Indonesia, seperti misalnya George Mc. T. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, yang membahas masa revolusi 1945 sampai pengakuan kedaulatan pada tahun 1949; Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, yang membahas masa 1949 sampai 1959; dan Daniel S. Lev, The Transition to Guided Democracy, yang membahas masa peralihan ke Demokrasi Terpimpin.
Tokoh-tokoh kita sampai sekarang membatasi diri pada penulisan sejarah secara memoar (kenangan-kenangan), seperti Sukarno, An Autobiography as told to Cindy Adams; Moh. Hatta, Sekitar Proklamasi; Adam Malik, Riwayat Proklamasi; Sewaka, Dari Zaman ke Zaman; T.B. Simatupang, Laporan dari Banaran; dan sebagainya.
Baru pada tahun 1976 suatu tim ahli di bawah pimpinan Sartono Kartodirdjo berhasil menerbitkan Sejarah Nasional Indonesia. Perlu juga disebut di sini buku Menjadi Indonesia, tulisan Parakitri T. Simbolon pada tahun 2006.
2. Filsafat
Ilmu pengetahuan lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia.
Filsafat menjawab pertanyaan seperti: Apakah asas-asas yang mendasari fakta? Apakah yang dapat saya ketahui? Apakah asas-asas dari kehidupan? Filsafat sering merupakan pedoman bagi manusia dalam menetapkan sikap hidup dan tingkah lakunya.
Ilmu politik terutama sekali erat hubungannya dengan ilsafat politik, yaitu bagian dari ilsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula dan nilai (value) dari negara. Negara dan manusia di dalamnya dianggap sebagai sebagian dari alam semesta.
Dalam pandangan ilsuf Yunani Kuno, ilsafat politik juga mencakup dan erat hubungannya dengan moral ilosoi atau etika (ethics).
Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik/buruk seperti misalnya tindakan apakah yang boleh dinamakan baik/buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan manusia baik/buruk; apakah yang dinamakan adil/tidak adil.
Penilaian semacam ini, jika diterapkan pada politik menimbulkan pertanyaan sebagai berikut: apakah seharusnya tujuan dari negara; bagaimana seharusnya sifat sistem pemerintahan yang terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; bagaimana seorang pemimpin harus bertindak untuk keselamatan negara dan warganya.
Dengan demikian kita sampai pada bidang ilsafat politik yang membahas masalah politik dengan berpedoman pada suatu sistem nilai (value system) dan norma-norma tertentu. Contoh dari pandangan bahwa ada hubungan erat antara politik dan etika tercermin dalam karangan filsuf Yunani Plato, Politeia, yang menggambarkan negara yang ideal.
Di negaranegara Barat pemikiran politik baru memisahkan diri dari etika mulai abad ke-16 dengan dipelopori oleh negarawan Itali Niccolo Macchiavelli.
Akan tetapi di dunia Barat akhir-akhir ini kembali timbul perhatian baru tentang ilsafat dengan munculnya buku A Theory of Justice, karangan John Rawls tahun 1971. Rawls memperjuangkan distribusi kekayaan secara adil (equity) bagi pihak yang kurang mampu.
Posting Komentar untuk "Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain"