Bangsa Indonesia terkenal dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Pada setiap daerah masyarakat kita mengembangkan kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang dikembangkan di daerah-daerah dinamakan kebudayaan lokal. Kebudayaan-kebudayaan lokal yang berkembang di Indonesia antara lain sebagai berikut.
1. Kebudayaan Sawu
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Kebudayaan Sawu berkembang di Pulau Sawu, Nusa
Tenggara Timur. Bangsa yang mendiami adalah suku
bangsa Sawu Median. Agama Kristen sudah masuk di
Pulau Sawu, tetapi penduduknya masih banyak yang
memeluk agama asli. Upacara-upacara kepercayaan asli, antara lain sebagai
berikut.
- Upacara Doe Mone Ae (Dewa Besar) terdiri atas 3
Dewa, yaitu:
- Pulodo Wadu: roh yang mengatur musim kemarau,
- Deo Rai: roh yang mengatur musim hujan,
- Deo Heleo: roh yang mengawasi hidup manusia.
- Upacara agar terhindar dari penyakit.
- Upacara kematian dipimpin oleh Ratu More Pitu.
b. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Sawu adalah patrilineal. Perkawinan yang ideal adalah una mohamode,
yaitu laki-laki menikah dengan anak perempuan saudara
laki-laki ibu.
c. Sistem Politik
Masyarakat Sawu menyebut daerahnya Rai Hawu
yang berasal dari nama tokoh Hawu Ga. Pemerintahan
Hawu dibagi empat: Haba, Dimu, Mahara, dan Liae.
d. Sistem Ekonomi
Sebagian besar mata pencaharian
utama masyarakat Sawu adalah
bertanam di sawah dan di ladang.
Adapun peternakan yang diusahakan
adalah kerbau dan kuda.
e. Sistem Kesenian
Bentuk bangunan suku bangsa
Sawu adalah panggung yang berderet
di sepanjang sisi sebuah lapangan yang
terletak di perkampungan, yang terkenal adalah padao dan ledo han.
2. Kebudayaan suku bangsa Dayak
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku,
yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan
Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam,
Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air
kehidupan.
Masyarakat Dayak percaya pada roh-roh:
- Sangiang nayu-nayu (roh baik);
- Taloh, kambe (roh jahat).
Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju
dunia roh disebut negeri raja yang berpasir
emas.
Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
- upacara pembakaran mayat,
- upacara menyambut kelahiran anak, dan
- upacara penguburan mayat.
Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan
abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah
bangunan yang disebut tambak.
b. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan
ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui
laki-laki dan sebagian perempuan.
Perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan
saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung
(hajanen dalam bahasa Ngaju).
Masyarakat Dayak tidak
melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki
bangsa lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
c. Sistem Politik
Pemerintahan desa secara formal berada di tangan
pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam
desa. Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih.
Ada
pula penasihat penghulu disebut mantir.
Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku
pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat
yang ada.
d. Sistem Ekonomi
Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian
masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam
ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun
yang banyak ditanam di ladang ialah durian dan pinang.
Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk
makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang).
Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam
kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas,
Banjarmasin, dan Sampit.
e. Sistem Kesenian
Seni tari Dayak adalah tari tambu
dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari balean dadas,
bertema permohonan kesembuhan dari
sakit.
Rumah adat Dayak adalah rumah
betang yang dihuni lebih dari 20 kepala
keluarga.
Rumah betang terdiri atas
enam kamar, yaitu kamar untuk menyimpan alat perang, kamar gadis,
kamar upa-cara adat, kamar agama,
dan kamar tamu.
3. Kebudayaan suku bangsa Makassar (Bugis)
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Masyarakat Bugis banyak tinggal di Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang
taat. Masyarakat Bugis juga masih percaya dengan satu
dewa tunggal yang mempunyai nama-nama sebagai
berikut.
- Patoto-e : dewa penentu nasib.
- Dewata Seuwa-e : dewa tunggal.
- Turie a’rana : kehendak tertinggi.
Masyarakat Bugis menganggap bahwa budaya (adat) itu
keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima
unsur pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat
dan sakral), yaitu sebagai berikut.
- Ade (‘ada dalam bahasa Makassar).
- Bicara.
- Rapang.
- Wari’.
- Sara’.
b. Sistem Kekerabatan
Perkawinan yang ideal di Makassar sebagai berikut.
- Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara
sepupu sederajat kesatu baik dari pihak ayah/ibu.
- Assialanna Memang adalah perkawinan antara
saudara sepupu sederajat kedua baik dari pihak ayah/
ibu.
Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan anak dengan
ayah/ibu dan menantu dengan mertua.
Kegiatan-kegiatan sebelum perkawinan, meliputi:
- Mappuce-puce: meminang gadis,
- Massuro : menentukan tanggal pernikahan,
- Maddupa : mengundang dalam pesta perkawinan.
c. Sistem Politik
Masyarakat Bugis Makassar kebanyakan mendiami
Kabupaten Maros dan Pangkajene. Mereka tinggal di
sebuah kampung yang terdiri atas 10 – 20 buah rumah.
Kampung pusat ditandai dengan pohon beringin besar yang
dianggap keramat dan dipimpin oleh kepala kampung
disebut matowa.
Gabungan kampung disebut wanua sama
dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis Makassar sebelum kolonial
Belanda adalah:
- ana’ karung yaitu lapisan kaum kerabat raja,
- to-maradeka yaitu lapisan orang merdeka,
- ata yaitu lapisan budak.
d. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian masyarakat Bugis-Makassar yaitu
pertanian, pelayaran, dan perdagangan. Masyarakat Bugis
Makassar juga telah mewarisi hukum niaga. Ammana Gappa dalam bukunya
Ade’allopiloping Bicaranna
Pabbalue yang ditulis pada
abad ke-17, menyebutkan
sambil berlayar mereka
berdagang di pulau-pulau di
Indonesia. Selain itu mereka
juga membuat kerajinan
rumah tangga seperti tenunan
sarung.
e. Sistem Kesenian
Rumah adat suku bangsa Bugis
Makassar berupa panggung yang
terdiri atas 3 bagian sebagai
berikut.
- Kalle balla: untuk tamu, tidur,
dan makan.
- Pammakkang: untuk menyimpan pusaka.
- Passiringang: untuk menyimpan alat pertanian.
f. Pakaian adat
Pakaian adat khas wanita Bugis
Makassar adalah baju bodo. Baju
bodo berupa kain sarung yang
berwarna merah hati, biru, dan
hijau.
4. Kebudayaan suku bangsa Asmat
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Suku bangsa Asmat percaya bahwa nenek moyang
mereka berasal dari patung. Dalam mitologi masyarakat
Asmat, Dewa Fumeripits (Sang Pencipta) terdampar di
pantai, namun nyawanya diselamatkan oleh sekelompok
burung.
Dewa Fumeripits selanjutnya tinggal sendirian. Oleh
karena itu, ia kemudian membangun sebuah rumah panjang
yang diisi dengan patung manusia dan tifa (gendang). Ajaibnya, patung tersebut berubah menjadi manusia dan
menari-nari.
Suku bangsa Asmat juga mengenal adanya roh nenek
moyang di sekitar lingkungannya. Adapun roh-roh tersebut,
yaitu sebagai berikut.
- Yi-Ow: roh nenek moyang yang baik maka disimbolkan
dengan upacara-upacara adat.
- Osbopon: roh jahat yang membawa penyakit.
Upacara-upacara besar yang dilakukan oleh suku bangsa
Asmat sebagai berikut.
- Mbismbu: upacara pembuatan mbis (patung nenek
moyang yang diukir).
- Yentpokmbu: upacara pembuatan rumah.
- Mbipokkumbu: upacara topeng.
b. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Asmat bersifat
monogami, yaitu pernikahan satu pasang suami dengan
istri. Namun sekitar 25% perkawinan-perkawinan
masyarakat Asmat bersifat poligami. Semua klen dalam
tiap masyarakat desa Asmat diklasifikasikan dalam dua
golongan, masing-masing merupakan suatu kelompok.
c. Sistem Politik
Pemimpin Asmat memiliki derajat yang sama dengan
warga-warga lain tetapi harus lebih pandai dan ahli dalam
bidang tertentu. Biasanya seseorang yang menang perang
akan diminta menjadi pemimpin.
Masyarakat Asmat juga mengenal struktur masyarakat atau aipem. Fungsi aipem adalah untuk meningkatkan
kualitas dengan melakukan persaingan.
d. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian masyarakat Asmat antara lain
meramu sagu dan berburu binatang (babi hutan). Masyarakat Asmat yang tinggal di daerah hulu menanam pohon
pada kebun-kebun mereka.
Pemerintah Indonesia memerhatikan pendidikan suku
bangsa Asmat, yaitu melakukan kerja sama dengan
organisasi penyiaran agama Katolik di Belanda dan Amerika. Selain itu, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
Asmat, sagu dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor.
e. Sistem Kesenian
Kesenian Asmat yang terkenal adalah ukir-ukiran
yang terbuat dari kayu seperti patung, topeng, tifa, dan
tombak. Selain itu juga alat-alat rumah tangga seperti kapak
dari batu.
5. Kebudayaan suku bangsa Dani
a. Sistem Kepercayaan/Religi
Suku bangsa Dani tinggal di Lembah Baliem, Irian
Jaya. Suku Dani lebih suka disebut suku bangsa Parim/
suku bangsa Baliem. Suku bangsa Dani percaya pada roh,
yaitu roh laki-laki (Suangi Ayoka) dan roh perempuan
(Suangi Hosile).
Suku bangsa Dani mempercayai atou, yaitu kekuatan
sakti yang berasal dari nenek moyang yang diturunkan
kepada anak lelakinya. Kekuatan tersebut meliputi:
- kekuatan menjaga kebun,
- kekuatan menyembuhkan penyakit, dan
- kekuatan menyuburkan tanah.
b. Sistem Kekerabatan
Kekerabatan masyarakat suku bangsa Dani bersifat
patrilineal, pernikahan suku bangsa Dani bersifat poligami.
Keluarga batih ini tinggal di satu satuan tempat tinggal yang
disebut silimo. Berdasarkan mitologi, suku bangsa Dani
berasal dari sepasang suami istri yang tinggal di Kampung
Maina di Lembah Baliem.
c. Sistem Politik
Kepala suku besar disebut ap kain. Pemimpin suku disebut
watlangka. Selain itu juga terdapat pemimpin pada bidang
tertentu, sebagai berikut.
- Ap Menteg: kepala perang.
- Ap Horeg: kepala suku kesuburan.
- Ap Ubalik: kepala suku adat.
Pemimpin dalam masyarakat Dani harus dapat menjadi
panutan bagi rakyatnya. Oleh sebab itu pemimpin tersebut
juga harus memiliki kemampuan, antara lain berdiplomasi,
bercocok tanam, berburu, keberanian, dan ramah.
d. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian suku bangsa Dani adalah bercocok
tanam ubi kayu dan ubi jalar yang disebut hipere. Selain
berkebun, mata pencaharian suku bangsa Dani adalah
beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang
bernama wamai.
Bagi suku bangsa Dani, babi memiliki manfaat yang
cukup banyak, antara lain dagingnya untuk dimakan, tulangtulangnya untuk pisau dan hiasan, dan darahnya untuk
perlengkapan upacara adat.
e. Sistem Kesenian dan kerajinan
Kesenian masyarakat suku
bangsa Dani dapat dilihat dari cara
membangun rumah dan beberapa
bangunan suku bangsa Dani antara
lain sebagai berikut.
- Honae: merupakan rumah adat
suku bangsa Dani. Honae berbentuk bulat dan atapnya berasal
dari rumput kering.
- Ebeai: rumah wanita, ebe artinya
tubuh/pusat dan ai artinya rumah.
- Wamai artinya kandang babi yang
berbentuk persegi panjang dan
disekat sebanyak jumlah ebeai.
Kerajinan masyarakat suku bangsa Dani antara lain korok:
alat sejenis parang, sege: alat sejenis tugal untuk melubangi
tanah, moliage: sejenis kapak batu dengan ujung dari besi,
dan wim: busur panah. Peralatan-peralatan tersebut
biasanya diberi hiasan atau diukir agar nampak indah.
Dari berbagai ragam budaya daerah berikut unsur-unsurnya
yang merupakan identifikasi suku, adakah unsur-unsur kebudayaan
asing yang terserap dalam kebudayaan bangsa Indonesia?
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa kebudayaan
bangsa berasal dari kebudayaan daerah dan unsur-unsur
kebudayaan asing yang sifatnya positif, sebagai hasil seleksi yang
sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dapat diambil
dan dimasukkan sebagai kebudayaan bangsa, sehingga kebudayaan
bangsa Indonesia tidak serba asli dan tidak serba asing.
Posting Komentar untuk "Jenis Budaya Lokal di Indonesia Part 2"